Thursday, March 20, 2008

“You've gotta be kidding me!”


Senyum istri dan tawa ceria anakku mengantar aku berangkat tugas siang itu. langit cerah pun memberikan semangat padaku untuk menyusuri jalan aspal menuju Bandara dimana aku bekerja. Hari ini seperti hari – hari kemarin, aku kembali melaksanakan tugasku sebagai pemandu lalu lintas udara. Pekerjaanku mungkin tidak terlalu dikenal orang, walaupun sebenarnya banyak orang yang telah menggunakan pelayanan yang kuberikan.
Memang, aku hanya berhubungan melalui radio pemancar yang hanya berkomunikasi dengan para penerbang. Sungguh merupakan kebanggaan saat orang lain tahu, hanya tahu, cara kerjaku yang memandu pesawat udara melakukan penerbangannya tanpa melihat pesawat itu sendiri. Diruanganku tidak ada alat yang dikenal orang sebagai Radar yang mampu mendeteksi posisi pesawat, ketinggiannya juga arahnya. Imajinasiku yang harus bekerja dan menentukan posisi berdasarkan laporan penerbang.
Yes, I know the aircraft position just depend on pilot report.
“Oke kita pulang, yang dinas siang sudah datang tuh….” Rekanku yang sudah sejak subuh dengan sorot mata yang penat menyambutku.
“Oke, gimana kondisi ? Aman ? “
“Aman, sementara kosong tuh traffic. Met kerja yach…..”
“Oke, thank’s….., met istirahat.”
Kulanjutkan tugas setelah transfer on duty dengan segala kondisi yang telah dijelaskan rekanku dan kuambil posisi menghadapi kotak radio komunikasi.
Telephone dimeja kerjaku berdering pelan dua kali, tanda bahwa panggilan yang masuk adalah penelpon dari luar wilayah kantorku.
“ Maaf, tunggu sebentar. “ Kukatakan itu tanpa menanyakan siapa, mau bicara dengan siapa atau ada perlu apa. Tidak sopan memang, namun itulah yang harus aku lakukan karena pada saat itu pula terdengar panggilan di radio komunikasi “ Controll, this is ABC123.” Dengan segera aku sambar mike dan kujawab panggilannya. Posisi pesawat yang dating dari Surabaya sudah aku ketahui dari laporan penerbang, yang memberikan perkiraan waktu mendarat di Bandara tempatku bekerja berkisar dua puluh menit lagi. Saat itu jarum jam menunjukkan pukul 18.00 WIB.
“Selamat malam, ma’af dengan siapa saya bicara “ segera kusambut telephon yang tadi sempat aku geletakkan begitu saja. Dari seberang kudengar suara agak parau dan sepertinya bernada sedih,
“ Bisa bicara de……”
“ Maaf, tunggu sebentar. “ kembali kuletakkan gagang telephone karena lagi – lagi ada panggilan di radio konunikasi,

“ Controll - DEF234”
“ DEF234 – Controll go ahead….”
“ DEF234 coming from Batam descending leaving flight level three one zero, estimate arrival your station at 11.27 zulu ( = 18.27 WIB) , request weather condition”
Kuberikan informasi cuaca saat itu dan juga informasi bahwa ada pesawat lain dari arah yang berlawanan dengan perkiraan waktu tiba yang relatif hampir bersamaan.
Aku harus berkonsentrasi agar kedua pesawat itu tidak bertemu pada satu titik, artinya aku harus memberikan panduan agar keduanya tidak saling bertabrakan.

“Maaf sudah menunggu, mau bicara dengan siapa ? “ kembali ku layani panggilan telephone yang sudah dua kali kuminta untuk menunggu.
Dari seberang kudengar isak tangis yang tertahan “ Ini… Yo... ?....”
“Ya, siapa ya ? Ada apakah ?”
“Bapak.....hk.... Bapak.....”
---------

Bapakku memang sudah dua minggu dirawat di Rumah Sakit di kampung halamanku, dan dua hari yang lalu kudengar kabar dari abangku, Bapak sudah pulang kerumah. Aku sedikit lega walaupun masih khawatir dengan kesehatannya. Memang saat kutinggalkan Bapak masih dirawat di Rumah Sakit, terlihat kesehatan Bapak sudah membaik walaupun belum sembuh seratus persen. Yah.... karena tugas yang aku lakukan mengharuskan aku segera kembali ke kota tempatku bekerja, dengan berat hati aku berpamitan untuk kembali ke Kota tempat aku bekerja.
Hingga senja itu....
“Bapak.....hk.... Bapak.....”
Tanpa menunggu lebih jauh, ku jawab dengan suara bergetar “ Ya... ya.... saya segera pulang.....”
Senja yang cerah saat itu nampak gelap dimataku, dua pesawat yang semakin mendekat membuat langit lebih terasa gelap.
“Tuhan, kuatkan aku.... berilah kejernihan dalam pikiranku......”
Dalam hati kutumbuhkan kepercayaan bahwa arti tangis kakakku adalah tangis haru yang akan mengabarkan kesembuhan Bapakku. Aku harus kuat, aku harus percaya itu karena ada sekitar dua ratus nyawa manusia dalam dua pesawat yang ditunggu kedatangannya dengan selamat di Bandara oleh keluarga, rekan, atau relasi bisnisnya.
Menit demi menit aku pantau posisi kedua pesawat itu hingga pada posisi aman antar keduanya, hingga akhirnya walau dengan hati gusar aku berikan instruksi “ABC123 continue approach, report runway insight.” “We’ve got runway insight now....”
“ABC123, contact Tower.”
“Contact Tower, ABC123. Thank you and see you on departure.”
Tak kuhiraukan sapaan penerbang itu, aku menghubungi kakakku melalui handphoneku. Sibuk, kucoba nomor yang lain, sibuk juga. Kuhubungi kakakku yang lain, sibuk. Adikku, sibuk.
“Ada apa ini ?!?!” Tak sadar aku berteriak di ruang kantorku. Aku mulai gelisah, rekan-rekanku di kantor gusar melihat keadaanku. Mau membantu menggantikan posisiku, tidak bisa. Mereka bukan orang yang berwenang melakukannya. Mereka hanya bisa memandang dan memberikan support padaku, “Sabar, mas. Tenang, satu lagi tuh pesawatnya masih diatas. Aku terhenyak, dan kembali kutenangkan pikiran.

--------
Akhirnya DEF234 pun mendarat dengan selamat. Kembali kuhubungi kakakku, “Mbak, ada apa ? Kok semua nomor sibuk dari tadi ?”
“Bapak..., Bapak tidak ada......”
Aku tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Lidahku kelu, mataku berkaca. Kenapa tidak dari tadi aku dengarkan penjelasan kakakku ? Kenapa ini terjadi disaat aku sedang bertugas ? Kenapa ?

Dalam gundah aku bergumam, “ Tuhan, tabahkan hatiku, kuatkan imanku. Kutahu ini sudah kehendakmu........”

----
NB:
Nomor penerbangan sengaja tidak menggunakan nama maskapai penerbangan yang ada.
http://blog.indosiar.com/masset/?op=readblog&idblog=82234

0 comments:

Post a Comment